
Teluk Bintuni – Melkianus Indouw, S.H., CLA., selaku kuasa hukum dari tujuh anggota Kepolisian Resor (Polres) Teluk Bintuni, menegaskan bahwa setiap anggota Polri memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
Hal ini disampaikannya dalam menanggapi fitnah dan doxxing yang dialami oleh kliennya di media sosial terkait hilangnya mantan Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni, Tommy Marbun.
“Anggota Polri juga memiliki hak yang dijamin oleh undang-undang untuk mendapatkan perlindungan hukum, terutama ketika mereka menghadapi tuduhan atau fitnah yang tidak berdasar dalam menjalankan tugasnya,” ujar Melkianus Indouw.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh perlindungan hukum dari negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Selain itu, Pasal 29 menegaskan bahwa anggota Polri juga memperoleh perlindungan hukum dari pemerintah dan masyarakat.
Lebih lanjut, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum oleh Polri, Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa setiap anggota Polri dan Pegawai Negeri pada Polri berhak mendapatkan bantuan hukum dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas.
Sementara itu, Pasal 4 menegaskan bahwa bantuan hukum diberikan dalam bentuk pendampingan hukum, konsultasi hukum, dan pembelaan di pengadilan.
Selain itu, dalam Perkap Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 26 ayat (2) menegaskan bahwa setiap anggota Polri yang menghadapi permasalahan hukum terkait pelaksanaan tugasnya berhak mendapatkan pendampingan hukum.
Hal ini juga diperkuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, Pasal 4 huruf (d), yang menyatakan bahwa anggota Polri berhak mendapat perlindungan dalam menjalankan tugasnya.
Melkianus Indouw menambahkan bahwa ketujuh anggota Polres Teluk Bintuni yang menjadi kliennya tidak berusaha menggunakan kewenangannya untuk membungkam kritik atau opini publik.
Sebaliknya, mereka meminta bantuan hukum karena merasa dirugikan akibat fitnah yang berkembang di media sosial.
“Klien kami menjadi korban opini liar yang beredar seolah-olah mereka terlibat dalam kesengajaan atau kelalaian terkait hilangnya Tommy Marbun. Mereka hanya ingin mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan hak mereka sesuai dengan peraturan yang ada. Ini bukan upaya untuk membungkam atau apa. Ini merupakan upaya untuk mendapatkan hak mereka untuk mendapatkan perlindungan hukum. Media sosial telah menjadi tempat penghakiman liar yang seolah mereduksi moral dari klien kami,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa tidak boleh ada intervensi terhadap perkara yang sedang ditangani ini. Melkianus Indouw dan tim hukumnya akan melindungi kepentingan ketujuh kliennya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan transparan.
Dengan adanya perlindungan hukum yang diatur secara jelas dalam berbagai regulasi, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial dan tidak terburu-buru dalam menyebarkan tuduhan tanpa dasar yang kuat.***
