Anak Jadi Sasaran Judol, Kapitalisme Biang Kehancuran Generasi

david hermansyah | 14 June 2025, 20:02 pm |

Oleh : Fitra Hadun, S.Pd

Fenomena judi online kian marak dan meresahkan. Tidak hanya menyasar orang dewasa, anak-anak pun menjadi korban judi online. 

Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) per 8 Mei 2025 sekitar 197.054 anak usia 10–19 tahun terlibat dalam aktivitas judol, dengan nilai deposit mencapai Rp50,1 miliar pada triwulan I-2025. (beritasatu.com)

Diketahui jumlah transaksi judi online secara keseluruhan pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar 39.818.000 transaksi. Tanpa intervensi serius, perputaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp 1.200 triliun sampai akhir tahun 2025.

Angka-angka ini memberi alarm bahwa generasi sedang tidak baik-baik saja sekaligus meminta untuk segera ditangani. Hal ini karena judi online memberi dampak buruk, tidak hanya dapat memiskinkan pelakunya, namun juga dapat menyebabkan stres, utang yang menumpuk, berujung pada pencurian, tindak kriminal, dan masih banyak dampak-dampak buruk lainnya.

Disisi lain pemberantasan judi online masih menimbulkan dilema. Dilematik pemberantasan judi online terjadi karena masih banyak situs-situs judi online yang tidak dapat diberantas. Hal ini karena adanya orang-orang yang mencari keuntungan dan bersembunyi di kursi-kursi kekuasaan untuk melindungi situs-situs judi online. 

Oleh karena itu, walaupun telah ada Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelanggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), situs-situs judi online sulit untuk diberantas.

 

Kapitalisme Biang Kehancuran Generasi 

Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Digital, 48 persen dari total 212 juta pengguna Internet Indonesia merupakan anak berusia di bawah 18 tahun. Peluang ini dimanfaatkan oleh industri untuk mengeksploitasi dengan memanfaatkan anak-anak dan mengeruk keuntungan. Bahkan mereka bekerja sama dengan pejabat dengan asas sama-sama untung untuk memuluskan kepentingan mereka.

Inilah realita hidup di sistem kapitalisme. Kapitalisme melahirkan orang-orang termasuk para pejabat yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan tertinggi dalam hidup, tanpa peduli meski harus merusak generasi muda.

Selain itu, minimnya peran keluarga dalam mengarahkan dan membimbing serta membentengi generasi dari perilaku buruk. Di dalam sistem hari ini, peran keluarga hanya memberi kebutuhan tapi lalai dalam mendidik. 

Sama halnya dengan sistem pendidikan hari ini. Tujuan pendidikan hari ini diarahkan hanya untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja dan menghasilkan banyak cuan. Sedangkan, pembelajaran mengenai akhlak dan perilaku baik tidak menjadi prioritas. Oleh sebab itu, generasi yang lahir adalah generasi yang cinta uang tanpa perduli didapatkan dengan cara halal atau haram. Bahkan, pembelajaran agama yang mengajarkan akhlak baik hanya mendapat porsi sedikit di jam pelajaran. 

Inilah ironi ketika kehidupan menjunjung tinggi uang (kapitalisme) tapi lalai mendidik generasi yang berakhlak. Sehingga, yang berkuasa dalam sistem ini adalah orang-orang berduit yang bisa mengarahkan kekuasaan demi keuntungannya. 

Maka, selama sistem kapitalisme yang mengatur kehidupan yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan, judi online mustahil untuk diberantas.

 

Islam Solusi Pemberantasan Judi Online

Islam bukan hanya sekedar agama ritual. Islam adalah petunjuk kehidupan yang sempurna. Sebelum hadir masalah dalam kehidupan, Islam sudah lebih dulu mencegahnya dan memberikan solusi tuntas atas segala permasalahan yang hadir.

Islam memandang bahwa manusia diciptakan untuk ibadah. Dan bahwa tujuan tertinggi bukanlah keuntungan materi tapi tujuan tertinggi seorang muslim adalah ridho Allah SWT. Dan bahwa kehidupan ini bukan hanya didunia, tapi ada kehidupan setelah mati dimana manusia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya semasa di dunia. Oleh karena itu, seorang muslim dalam kehidupannya tidak bebas, ia selalu terikat dengan aturan-aturan Islam dalam segala lini kehidupannya.

Islam memandang bahwa judi online hukumnya haram.

Keharaman judi disampaikan oleh Allah SWT dalam Surah Al-Maidah ayat 10.

يٰأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.

Ketika seseorang melakukan judi online maka ia mendapat dosa dan balasan siksa di akhirat dan jika ia tinggalkan maka ia mendapat pahala dan balasan kebaikan di akhirat. 

Inilah yang menjadi benteng pertama umat Islam agar tidak terjerumus pada judi online, yaitu ketakwaan individu pada perintah dan larangan Allah SWT. 

Ketakwaan individu tidak ada dengan sendirinya, ia di dukung oleh pendidikan dalam keluarga. Islam menaruh perhatian penting pada keluarga. Dalam Islam keluarga adalah tempat pengkaderan pertama generasi agar tumbuh menjadi generasi yang beriman dan bertakwa. 

Selain peran keluarga, pendidikan juga sangat berperan penting dalam pembentukan generasi yang beriman dan bertakwa. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa, yang senantiasa takut melanggar perintah Allah SWT, termasuk judi. Kurikulum dalam Islam juga disusun selaras dengan tujuan tersebut. Pendidikan Bukan untuk melahirkan generasi yang siap menghasilkan pundi pundi rupiah seperti yang dikatakan para kapitalis. 

 

Tidak hanya itu, pembentukan generasi yang baik (beriman dan bertakwa), juga butuh peran dan kontrol dari negara. Karena Islam memandang negara dan para pemimpin adalah pelindung rakyat.

 

Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ’anhu. bahwa Nabi Muhammad –sallallahu alaihi wasallam– bersabda,

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” *(HR Muttafaqun ’Alayh dll.)*

Negara dan pemimpin mempunyai kewajiban di hadapan Allah untuk melindungi rakyatnya, termasuk melindungi generasi muda dari sesuatu yang membahayakan mereka. Bukan malah bekerja sama dengan para pembuat situs-situs judi online. 

Negara juga harus mengontrol media, agar konten- konten judi online dan konten-konten lain yang merugikan rakyat tidak di tampilkan di sosial media. 

Selain itu, sistem sanksi dalam Islam harus diberlakukan dengan tegas kepada rakyat dan para pejabat yang melanggar aturan, yakni yang melakukan judi online dan yang memfasilitasi judi online.  

Ketika semua penjagaan diatas berperan dengan baik yakni ketakwaan individu, kontrol keluarga dan kontrol negara (termasuk penerapan sistem sanksi Islam), bukan hal yang mustahil tidak akan ada lagi rakyat maupun generasi muda yang terjerat judi online, plus situs-situs judi online tidak ada lagi didapati bertebaran di media sosial.

Walhasil hanya dengan diberlakukan kembali Islam dan aturan Islam dalam kehidupan, judi online dan segala bentuknya dapat diberantas.

Wallahu’alam..

Berita Terkait