

Pelalawan, Riau, Mataharian.com – Dalam pernyataan yang penuh emosi, Pdt Christmas Barus Mth LM, Ketua Modramen Pusat Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), secara langsung memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk meninjau ulang kebijakan relokasi masyarakat dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang dijadwalkan 22 Agustus mendatang.
Berbicara di hadapan ratusan warga Desa Kesuma, Kecamatan Pelalawan, pada malam hari, Pdt Christmas menggambarkan kegelisahan mendalam masyarakat yang harus meninggalkan tanah tempat mereka mencari nafkah. “Pak Presiden bisa melihat ada ratusan masyarakat bersama kami dengan orang tua yang sudah cukup panjang umur dengan anak-anak kecil yang masih belum selesai sekolahnya,” ujarnya dengan suara bergetar.
Ketua GBKP ini menekankan bahwa kebijakan relokasi yang terlalu mendadak telah menimbulkan “keharuan ketakutan dan menjadi ancaman masa depan keberlangsungan hidup anak-anak” yang mereka cintai.
Yang memilukan, sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut adalah suku Karo asal Sumatera Utara yang sebelumnya telah mengungsi akibat bencana erupsi Gunung Sinabung. “Kami adalah masyarakat yang datang dengan itikad baik, tidak ada satu pun dari kami di tempat ini yang menggarap dan mengambil tanah tanpa sepengetahuan pemerintah,” tegas Pdt Christmas.
Kini, mereka kembali dihadapkan pada perpindahan paksa yang mengancam kelangsungan pendidikan anak-anak mereka. Di Desa Nanjak, Bukit Makmur, dan Simpang Kampar, dampak program TNTN telah menyebabkan “anak-anak kita mengalami penderitaan pendidikan” akibat ketidakpastian masa depan.
Permohonan Pdt Christmas menyampaikan tiga permintaan krusial kepada Presiden Prabowo:
“Kami mohon agar keputusan untuk relokasi sesegera mungkin dapat ditinjau ulang, ditangguhkan, atau mungkin diganti kepada hal-hal lain”
“Kami memohon pertimbangan yang sesungguhnya, yang dapat membuat kami betul-betul mengerti, dapat membuat kami betul-betul punya persiapan”
“Kehilangan masa depan anak-anak kami adalah hal yang sangat sulit untuk dipersiapkan dan digantikan untuk jangka masa mendatang”
Pdt Christmas mengakui bahwa program TNTN adalah “program negara demi kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan bagi bangsa dan negara kita.” Namun, dia berargumen bahwa “perusakan alam sebenarnya masih bisa diantisipasi dalam jangka waktu menengah dan jangka panjang” dibandingkan dengan dampak ireversibel terhadap pendidikan dan masa depan anak-anak.
Ketua GBKP menegaskan bahwa masyarakat Karo di wilayah tersebut bukanlah “masyarakat liar dan bukan masyarakat penggarap.” Mereka adalah “masyarakat yang beritikad, membeli lahan dan berjuang untuk kehidupan dengan cara yang benar berdialog dan membeli tanah dengan cara yang tepat dan dengan cara yang penuh mengikuti prosedur kepada para kepala desa di wilayah ini.”
Pdt Christmas juga menyoroti keterbatasan masyarakat dalam memahami aspek legal kebijakan ini. “Kami tidak mengerti banyak hal dan bagaimana harus memahami sistem perundang-undangan dan peraturan daerah,” akunya, menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih komunikatif dari pemerintah.
Seruan emosional ini mencerminkan dilema klasik antara kepentingan konservasi lingkungan dan kebutuhan mendesak masyarakat yang telah berkali-kali mengalami perpindahan paksa. Kini, mata tertuju pada respons Presiden Prabowo terhadap permintaan penangguhan relokasi yang disampaikan dengan penuh harapan oleh ratusan warga yang terancam kehilangan tempat tinggal untuk kedua kalinya.
