

Ditulis Oleh IMMawan Agung Sekretaris Cabang IMM Banggai
Aktivitas perusahaan tambang di wilayah pesisir Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, kembali menuai sorotan tajam. Kawasan hutan mangrove yang selama ini berfungsi melindungi garis pantai desa Siuna dan menjadi habitat berbagai biota laut, telah rusak akibat kegiatan tambang yang dilakukan secara masif dan tidak terkendali oleh beberapa Perusahaan.
Diduga tindakan perusakan mangrove oleh perusahaan tambang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam Pasal 76 dan 78, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan tanpa izin dapat dijatuhi sanksi pidana.
Lebih lanjut, perusakan pada mangrove juga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Undang-undang ini secara tegas menyatakan dalam pasal 35 huruf f bahwa “setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove”. Yang melanggar pasal ini diancam pidana 10 tahun dan denda 10 miliar rupiah.
Lebih parahnya lagi, kami mendapati bahwa lokasi aktivitas tambang tersebut berada dalam Kawasan Pemanfaatan Umum Mangrove (KPU-M) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Yang berarti kawasan tersebut memenuhi ketentuan UU No. 1 Tahun 2014 diatas sebagai kawasan yang dilindungi dan hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas untuk kegiatan yang mendukung kelestarian ekosistem mangrove, bukan untuk yang lain.
Berdasar aturan yang begitu jelas dan pelanggaran yang nyata, tidak perlu lagi Pemda Banggai memanggil pihak perusahaan apalagi menunda-nunda penegakan hukum. Sudah seharusnya Bupati Banggai segera mengambil langkah menempuh jalur hukum dan menghentikan seluruh aktivitas perusahaan yang melanggar tata ruang serta merusak lingkungan hidup. Apalagi pihak terkait seperti DLH dan DPRD Banggai telah menemukan unsur pelanggarannya.
Jangan sampai masyarakat berpikir lamanya sikap Bupati dalam masalah ini sengaja dimainkan untuk menekan perusahaan tambang demi kepentingan oknum pemerintah tertentu dan pihak perusahaan.
Mengingat Bupati pernah berubah sikap pada Perusahan Tambang, yang awalnya mengecam kerusakan lingkungan oleh PT. KFM tetapi setelahnya terkesan mendukung kegiatan perusahaan bahkan diduga tidak melanjuti kasus perusakan lingkungan yang dibuat oleh korporat tersebut. Dengan pengalaman tersebut masyarakat khawatir jika hal serupa akan terjadi lagi dalam kasus perusakan mangrove ini. Jangan sampai ada udang dibalik batu dalam isu perusakan mangrove.
Dalam kasus ini, sikap Bupati menjadi penentu apakah mau menegakkan Hukum atau membiaran kerusakan Lingkungan terus menerus.
Kami menuntut keputusan segera Bupati yang berpihak pada lingkungan dan rakyat. Jangan biarkan hak-hak masyarakat Desa Siuna terus dikorbankan demi kepentingan korporasi dan segelintir pihak.
