

Oleh Ketua Komisariat IMM FEB Unismuh Luwuk. IMMawan Ardi
Pajak makan dan minum, atau yang dikenal sebagai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), kini menjadi momok baru bagi masyarakat Kabupaten Banggai. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, setiap transaksi makan dan minum dikenai pajak sebesar 10%. Yang lebih memprihatinkan, berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Perda tersebut, satu-satunya pengecualian hanya diberikan kepada pedagang dengan omzet tidak lebih dari dua juta rupiah per bulan, angka yang nyaris mustahil bagi pelaku usaha kecil untuk tidak terlampaui.
Dengan ketentuan tersebut, praktis hampir semua pedagang, termasuk pedagang kaki lima (PKL) dan pelaku UMKM, terkena beban pajak ini. Ini tentu sangat menyulitkan, apalagi di tengah kurangnya bantuan permodalan dari Pemerintah Daerah.
Ironisnya, aturan yang memberatkan ini diberlakukan di tengah-tengah besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banggai yang mencapai Rp3,1 triliun. Angka yang kerap dibanggakan oleh Bupati Banggai di berbagai kesempatan. Pertanyaannya, ke mana perginya anggaran sebesar itu jika masyarakat kecil tetap harus menanggung beban pajak sebesar ini? Jika alasannya untuk pembangunan, maka dengan APBD sebesar itu, terlebih yang sebagian besar bersumber dari sektor migas, seharusnya daerah ini bisa membangun tanpa harus membebani rakyat kecil.
Sebagai perbandingan, Pemerintah Kota Malang di Provinsi Jawa Timur justru menunjukkan sikap yang lebih adil dan berpihak pada pelaku usaha kecil. Melalui Perda No. 1 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Perda No. 4 Tahun 2023, pasal 18 ayat (2) PBJT hanya dikenakan kepada pedagang dengan omzet di atas Rp15 juta per bulan. Artinya, pelaku UMKM dan pedagang kecil di Kota Malang tidak ikut terbebani.
Padahal, APBD Kota Malang hanya sebesar Rp2,3 triliun jauh di bawah APBD Kabupaten Banggai. Dari sisi populasi pun, Kota Malang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih besar. Perbedaanya pada manajemen fiskal yang bijak dan pro rakyat, Pemerintah Daerah seharusnya tetap bisa membangun tanpa menindas ekonomi rakyat kecil.
Berdasar pertimbangan fakta yang ada, kami meminta Pemda Banggai merevisi ulang perda No. 5 tahun 2023 khususnya pasal 19 ayat (2) sehingga lebih adil dan berpihak pada masyarakat. Dengan APBD yang besar, seharusnya keberpihakan kepada rakyat kecil adalah kewajiban dan menjadi dasar dalam setiap kebijakan, termasuk dalam hal pengenaan pajak.
