LP3BH Manokwari Desak Presiden Hentikan Operasi Damai Cartenz di Papua

Albertus Jalu sundang | 23 June 2025, 09:43 am |

Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk menghentikan operasi keamanan yang selama ini dikenal sebagai Operasi Damai Cartenz di wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah.

Menurut Warinussy, operasi tersebut justru memperparah penderitaan masyarakat sipil, alih-alih membawa perdamaian. Dalam siaran persnya, ia menyatakan bahwa wilayah yang kini berstatus Daerah Otonomi Baru (DOB) telah menjadi sasaran aktivitas militer dengan alasan mengejar kelompok bersenjata TPN PB, namun yang terdampak justru warga sipil.

Berdasarkan informasi yang diterima dari berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) di Papua, aparat keamanan disebutkan kerap menembaki pemukiman warga dengan dalih bahwa TPN PB menggunakan masyarakat sebagai tameng. Warinussy menegaskan bahwa tindakan semacam itu bertentangan dengan prinsip perlindungan terhadap warga sipil dalam konflik bersenjata.

Salah satu kejadian tragis yang disorot LP3BH adalah insiden di Kampung Anali, Desa Yeleas, Distrik Tangma, Kabupaten Yahukimo pada 15 Juni, yang menyebabkan Mesak Apisalel (45), seorang warga sipil, meninggal dunia akibat kontak senjata antara aparat dan TPN PB. Insiden ini menyebabkan sekitar 600 warga mengungsi ke hutan karena ketakutan. Warinussy menyebut situasi ini sebagai bentuk kekerasan negara terhadap rakyatnya.

Selain itu, LP3BH menyoroti dugaan pelanggaran hukum dalam penangkapan Orgen Elopere (17) dan Sisi Yelemaken (25) oleh aparat di Pos Ongolo. Keduanya diduga ditangkap dan ditahan tanpa dasar hukum yang sah antara 13 hingga 16 Juni 2025, serta mengalami tindakan kekerasan fisik selama masa penahanan. Warinussy menyebut peristiwa ini sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

Ia meminta Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan independen atas dugaan pelanggaran HAM berat di Distrik Tangma, agar tidak semakin banyak warga Papua menjadi korban.

Di akhir pernyataannya, Warinussy kembali menegaskan pentingnya langkah demiliterisasi di Tanah Papua, khususnya di Papua Pegunungan dan Papua Tengah, demi menjamin perlindungan hak-hak warga Papua sesuai amanat konstitusi dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.***

Berita Terkait