

Pekanbaru, Mataharian.com – Riau kembali dipaksa menyaksikan pertunjukan ironi penegakan hukum. Sudah sangat lama kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD Riau bergulir, namun penanganannya terasa lambat, bertele-tele, dan penuh teka-teki. Di tengah kesulitan hidup rakyat, uang negara diduga dikorupsi hingga miliaran rupiah, tetapi proses hukumnya seperti jalan di tempat. Publik justru disuguhi silang pendapat, opini yang berserakan, dan rumor tentang siapa yang akan menjadi tersangka, alih-alih mendapatkan kejelasan yang pasti.
Lebih menyakitkan lagi, nama-nama pejabat publik mulai diseret dalam pusaran perkara. Tetapi hingga kini, tidak ada kejelasan yang terang dari pihak penegak hukum. Akankah proses ini sungguh-sungguh untuk membongkar kebenaran, atau justru menjadi komoditas politik sesaat?
Masyarakat Riau sudah terlalu lama bersabar dengan hormat kepada hukum dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap nama-nama yang sempat meluas di Masyarakat. Tetapi kesabaran ini seperti dibalas dengan sikap pembiaran dari Aparat Penegak Hukum yang ada di Riau, khususnya Polda Riau yang menangani kasus SPPD Fiktif ini.
Iyowan May Ozifa Ketua Bidang Hikmah Politik dan Kebijakan publik menyampaikan bahwa korupsi adalah pengkhianatan terbesar terhadap rakyat. Tidak ada kompromi bagi siapa pun yang terbukti terlibat. Penegakan hukum tidak boleh tunduk pada logika politik. Ia harus tegak lurus kepada keadilan, berbasis bukti, bukan opini atau tekanan. Jika memang ada bukti yang cukup, maka proses hukum harus diumumkan secara terbuka kepada publik. Sebaliknya, jika tidak ada bukti yang sah, hentikan sandiwara politik yang justru merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
Ketua Umum DPD IMM Riau, Alpin Jarkasi Husein juga mendesak Kapolri dan jajaran aparat penegak hukum di pusat untuk tidak menutup mata terhadap persoalan ini. Kasus SPPD fiktif DPRD Riau harus menjadi perhatian serius, bukan hanya oleh Polda Riau, tetapi juga oleh institusi kepolisian di tingkat nasional. Jangan biarkan skandal korupsi ini mandek di daerah. IMM Riau meminta Kapolri memberikan atensi khusus agar proses penegakan hukum berjalan transparan, objektif, dan bebas dari intervensi politik mana pun.
Ketua Umum DPD IMM Riau menegaskan jika dalam waktu dekat proses hukum atas kasus ini tetap berjalan di tempat, maka DPD IMM Riau dengan tegas meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan perkara ini. KPK harus hadir untuk memastikan bahwa kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah ini tidak berakhir menjadi lelucon hukum semata. Jangan biarkan institusi hukum kehilangan wibawa di mata rakyat.
Direktur Posbakum DPD IMM, Yan Ardiyansyah melihat Kasus ini bukan sekadar urusan oknum. Ini soal rusaknya sistem tata kelola pemerintahan yang membuka ruang bagi korupsi berjamaah. Oleh sebab itu, IMM Riau menuntut adanya pembenahan menyeluruh terhadap pengelolaan anggaran daerah, baik oleh Pemprov Riau, DPRD, maupun seluruh lembaga terkait. Jangan sampai korupsi menjadi budaya yang diwariskan kepada generasi berikutnya.
Alpin Jarkasi Husein menyampaikan, Kita masyarakat Riau tidak ingin Riau dikenal sebagai tanah kaya yang kotor oleh kerakusan pejabatnya. Kami tidak ingin hukum dijadikan panggung bagi pencitraan kekuasaan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berdiri di sini bukan untuk kepentingan politik praktis, melainkan untuk menjaga martabat rakyat yang selama ini selalu jadi korban.
Sudah saatnya semua pihak berdamai dengan nurani, bukan berdamai dengan kekuasaan. Penegakan hukum yang adil adalah prasyarat mutlak bagi masa depan Riau yang bersih. Tutup Alpin Ketua Umum DPD IMM Riau.
