

Banggai Laut, 18 Maret 2025 – Aktivitas penambangan pasir ilegal yang berlangsung di Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut, terus berlanjut meskipun telah mendapatkan berbagai penolakan dari masyarakat dan instansi terkait. Munawir, tokoh masyarakat setempat, mengungkapkan bahwa kegiatan penambangan ini berjalan tanpa izin yang sah, baik dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) maupun Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dari Dinas Lingkungan Hidup. Penambangan pasir ilegal ini dilakukan oleh masyarakat sekitar, dengan kapal besar yang dilengkapi dengan mesin penyedot pasir, serta kapal kecil yang menggunakan alat cangkul untuk menambang secara manual. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh Oknum Anggota Kelurahan Lompio yang bertindak sebagai penghubung antara pelaku usaha, pihak keamanan, dan kedinasan terkait. Meskipun telah berlangsung sejak 2021, kegiatan ini masih terus berjalan hingga saat ini tanpa izin resmi.
Pada 9 Maret 2022, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Banggai Laut melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Banggai Laut. Aksi yang dipimpin oleh Mochamat Alif Sain, Pimpinan Komisariat IMM, menuntut penutupan seluruh aktivitas penambangan pasir ilegal yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Sebagai hasil dari aksi tersebut, kegiatan penambangan sempat dihentikan sementara. Meskipun sempat ada penghentian sementara, pemerintah daerah mengeluarkan surat kesepakatan yang ditandatangani oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, pada 30 Maret 2022, yang memberikan izin untuk melanjutkan kegiatan penambangan. Kesepakatan serupa juga dikeluarkan pada 3 Januari 2025 oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan. Namun, surat tersebut dianggap sebagai formalitas belaka oleh masyarakat, yang menilai bahwa itu tidak sah dan hanya untuk mengelabui publik.
Pada 8 Januari 2025, Dinas Lingkungan Hidup akhirnya mengeluarkan surat larangan terhadap penambangan pasir ilegal di wilayah Kelurahan Lompio. Namun, meskipun ada larangan resmi, penambangan ilegal terus berlanjut dengan alasan kebutuhan pembangunan masyarakat yang mendesak. Kegiatan penambangan ilegal ini telah menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. Salah satu dampak yang paling terlihat adalah terjadinya abrasi pantai yang semakin parah. Hal ini mengancam keberadaan habitat laut yang sebelumnya menjadi tempat tinggal berbagai spesies, serta meningkatkan pencemaran laut yang berpotensi merusak ekosistem biota laut.
Selain itu, terumbu karang di kawasan tersebut juga tertutup oleh limbah penambangan atau tailing, yang mengganggu kehidupan ikan dan hewan laut lainnya. Spot pemancingan yang biasa dimanfaatkan oleh nelayan juga hilang, menyebabkan berkurangnya potensi tangkapan ikan. Kerusakan fisik lainnya terlihat dengan robohnya rumah warga dan tanggul penahan ombak yang berfungsi menjaga stabilitas wilayah pesisir. Pesantren Darul IstiQamah, yang terletak di pinggir pantai, juga terancam ambruk akibat penurunan struktur tanah yang disebabkan oleh penambangan pasir ilegal yang terus berlangsung.
Meskipun sudah ada upaya untuk menghentikan kegiatan penambangan ilegal ini melalui beberapa pertemuan antara pemerintah dan pelaku usaha, serta larangan resmi dari Dinas Lingkungan Hidup, aktivitas penambangan ilegal masih terus berlangsung. Pemerintah provinsi sempat melakukan pemantauan di lokasi, namun hingga kini belum ada tindakan lebih lanjut yang diambil. Hal ini membuat masyarakat semakin khawatir akan kerusakan lingkungan yang lebih parah jika kegiatan ini terus dibiarkan.
Dengan situasi yang semakin memprihatinkan, masyarakat berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas untuk menegakkan hukum dan melindungi lingkungan serta kehidupan sosial mereka.
